Jumat, 14 Desember 2012

Social Media dan Budaya Stalking

Saya rasa internet sekarang semakin memudahkan seseorang untuk menambah wawasan dan mencari informasi, dari website, forum, blog, jejaring sosial dan sebagainya. Baca artikel, cari referensi buat tugas, bertanya tentang banyak hal, saya rasa internet adalah perpustakaan digital buat saya, dimana saya bisa mencari beragam informasi dari dalamnya, sesuai dengan kebutuhan, minat dan keinginan kita

Bahkan dari Twitter dan Facebook yang bagi sebagian orang sekedar sebagai sarana untuk berinteraksi, ber-ha-ha-hi-hi sama temen2 atau sarana meluapkan emosi. Bagi saya jejaring sosial terlaris di Indonesia ini bisa jadi sarana informasi, nggak cuma buat meluapkan emosi atau sarana interaksi. Ya setidaknya kalaupun kamu galau, tulislah tweet atau status yang bermanfaat/pelajaran yang kamu petik dari kegalauanmu. Bukan hanya keluhan.

Bagi saya, jejaring sosial itu juga bisa jadi sarana informasi. Jujur sih, kalo lagi butuh informasi tentang seseorang, kadang saya suka search nama-nama mereka di Facebook atau Twitter. You know lah ya, sekarang siapa sih yang nggak punya Facebook? Bahkan budhe saya yang berumur 50 tahun aja punya Facebook. Sekarang asalkan kamu tahu nama panjangnya, search namanya di Facebook, Twitter atau Google and voila! you will get information about them! Ya, asalkan orang yang kamu cari nggak alay aja sih, yang nulis nama di jejaring sosial dengan nama yang aneh-aneh.

Ya, jejaring sosial emang memancing kita buat kepo. Karena yang paling menyebalkan, kadang mereka lebih open kalo sama Facebook atau Twitter. Lebih update kasih informasi ke sosmed daripada ke kita. Jadi daripada tanya mereka nggak dijawab, mending stalking TL mereka aja kan ya. Karena kadang kita malah lebih banyak dapet informasi dari jejaring sosial mereka daripada kita tanya langsung. Ini juga berlaku buat kalian yang masih memendam cinta lama yang belum kelar ke mantan tapi gengsi buat ngawali conversation, apalagi yang putusnya nggak enak. 'Memantau' timeline mereka menjadi satu-satunya cara buat kalian tahu kabar dan keadaan mereka.

Sumber : Thinkstock
It's okay, saya akui kadang saya suka stalking atau ngepoin TL orang. Tapi saya rasa itu sah-sah aja. Karena bagi saya, setiap pengguna social media harus tahu resikonya bahwa apapun yang udah diupload, ditweet atau diupdate di internet, bakal jadi konsumsi umum. Kalo pengen punya privacy atau nggak pengen dibaca banyak orang, nulis diary aja sanah :p

Selain sarana buat 'kepo-ing' Jejaring sosial bagi saya juga bisa jadi sarana berbagi informasi atau tips, kamu ngetweet peristiwa yang kamu tahu, as long as you can take responsibility from your information that you shared, sejauh informasi yang kamu berikan itu benar dan dapat dipertanggungjawabkan, itu akan jauh lebih bermanfaat bagi followers atau friends kamu.

Internet khususnya jejaring sosial menyajikan begitu banyak pilihan dan tugas kita sebenarnya hanya menyaring informasi yang layak dan tidak layak kita pilih. Itu aja sih. Selebihnya, kita bisa mendapat manfaat yang luar biasa dari dalamnya :)

Banyak Baca, Banyak Tahu, Banyak Ilmu :)

Wah, udah lama banget nih nggak nulis blog. Udah vakum sebulan lebih gara-gara tugas kuliah yang menggila. Udah semester akhir sih, kuliah emang udah jarang masuk, tapi tugasnya bejibun. Habis itu sibuk bikin proposal skripsi (cieeeh, pamer dikit nih, hahaha). Tapi alasan di atas cuma sekedar alasan, blogreader. Alasan yang utama sebenernya adalah IDE SAYA LAGI MAMPET, hahaha. But anyway, saya di sini nggak mau ngeluh soal tugas, proposal atau kesibukan kuliah yang menjadi kewajiban saya sebagai mahasiswa. Saya mau share soal obrolan pagi yang inspiratif dengan seorang teman di radio tempat saya bersuara.

Sebenernya nggak cuma obrolan pagi sih, blogreader. Saya udah sering ngobrol sama dia dan kemudian jadi menginspirasi saya untuk menulis lagi adalah WAWASANNYA (sebelumnya saya udah bahas cuplikan dikit soal wawasan di tweet saya). Karena hampir setiap hari kalo ketemu, dia selalu share dan berbagi informasi yang menurut saya nggak sekedar nggosip atau sekedar rumpi sana rumpi sini. Ya, emang nggak dipungkiri wawasan dia luas banget, padahal dia lulusan SMA (saya nggak mau bilang "CUMA lulusan SMA" karena terkadang kata 'CUMA' di depan suatu frase mengandung unsur meremehkan). Ya, dia lulusan SMA, tapi wawasannya lebih luas dari saya yang mahasiswa. Kadang ada orang yang memandang bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin luas pula wawasannya. And it doesn't work at him. Dan satu lagi, bahasa inggrisnya jauh lebih OKE dari saya yang mahasiswa komunikasi, yang notabene bahasa inggris adalah bahasa internasional dan seharusnya saya kuasai sebagai lulusan komunikasi.


Sumber : Thinkstock
Jadi, darimana dia bisa memiliki wawasan luas? darimana dia bisa memiliki kemampuan bahasa inggris yang oke. Jawabannya adalah BANYAK BACA! Ya, setahu saya dia banyak baca. Pekerjaannya mengharuskan dia untuk banyak baca. Sebenernya media baca nggak cuma lewat buku aja sih, tapi bisa juga lewat internet.  atau kita bisa juga mendapatkan informasi dari MENDENGARKAN. Jadi blogreader, ternyata tingkat pendidikan seseorang tidak menentukan wawasannya. Bahwa pendidikan hingga S-Sekian juga belum tentu memiliki wawasan yang luas dan pendidikan yang tidak tinggi juga bukan menjadi akhir wawasannya tertutup begitu saja. Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari luar bangku pendidikan formal.

Banyak baca, banyak mendengarkan, banyak tahu, banyak ilmu. So, itulah sebabnya Tuhan memberikan kita dua mata agar kita banyak melihat dan banyak membaca, dua telinga agar kita banyak mendengar, dua kaki dan dua tangan untuk lebih banyak bekerja, serta satu mulut supaya nggak banyak bicara :)