Kamis, 11 Juni 2015

Analogi Rumah dan Hati

Karena hati kita seperti rumah dimana satu dua atau banyak orang pernah singgah. Mereka datang silih berganti, kadang hanya sekedar mengetuk, ada pula yang sempat masuk meski hanya beberapa saat, ada pula yang hanya memandangnya dari luar saja kemudian berlalu tanpa sempat mampir. Entah karena hanya sekedar lewat atau memang enggan untuk sekedar berkunjung tanpa sempat masuk karena apa yang nampak di luar tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Atau mungkin karena kita, sang pemilik rumah tidak cukup ‘welcome’ untuk menyambut dan menerima kedatangannya. Kadang mereka tinggal sebentar, kemudian pergi karena setelah tinggal selama beberapa hari, ada sesuatu yang membuat mereka tidak merasa nyaman atau tidak cocok dengan suasana yang kita suguhkan.

Kadang ada seseorang yang sebenarnya berniat datang dan mengetuk pintu rumah kita, kemudian menyerah dan pergi tanpa sempat masuk dalam rumah karena kita, sang pemilik rumah tidak mau membuka pintu untuknya, meskipun hanya sekedar mempersilahkannya untuk melihat-lihat saja. Mungkin karena kita hanya melihat dan menilai sekilas dari balik jendela, bahwa orang yang mengetuk tidak sesuai untuk tinggal di rumah kita. Kadang ada yang sempat masuk namun kemudian kita memintanya untuk pergi karena ia tidak cukup baik untuk tinggal dalam rumah kita. Bukannya merawat dan menjaga, tetapi malah merusak dan tak mau memelihara. Ada yang sempat tinggal lama, namun kemudian ia pergi karena telah menemukan rumah baru yang lebih luas, besar, mewah atau karena dekat dengan tempatnya bekerja, atau karena tuntutan lain yang membuatnya harus pindah dari rumah kita.

Kadang rumah kita kotor. Penuh dengan sisa jamuan atau hiasan bersama tamu sebelumnya. Kadang hal itu yang membuat orang lain yang berniat singgah, jadi mengurungkan niatnya untuk sekedar masuk bahkan hanya sekedar mengetuk. Kadang kita perlu membersihkan rumah kita dulu. Dari sisa-sisa makanan jamuan, foto-foto kebersamaan dengan tamu sebelumnya, dan menghias serta merapikannya menjadi lebih baik, indah, segar dan baru lagi, sehingga mereka yang akan atau sudah berniat untuk mengetuk pintu rumah kita, tidak hanya berhenti pada sebatas mengetuk tapi juga mau masuk dan mungkin akan berlama-lama tinggal di dalamnya.

Begitu pula hati. Sama seperti rumah yang kadang datang dikunjungi. People come and go. Orang-orang datang dan pergi. Ada yang singgah lama, ada pula yang hanya sekedar lewat. Ada yang memang sengaja datang untuk mendekat, mengetuk dan masuk. Ada pula yang iseng hanya lewat tapi kemudian berniat masuk. Dan ada juga yang hanya melihat dari luar kemudian pergi lagi.  Kadang ada orang yang berniat mengetuk pintu hati atau sudah benar-benar masuk, namun kemudian pergi karena ia menganggap kita, sang pemilik hati, tak cukup ramah menyambut, tak cukup terbuka membuka hati kita untuk mereka yang sesungguhnya ingin masuk dan jadi penghuni hati kita. Kadang ada yang berniat datang dan kemudian tinggal lama di hati kita, namun kemudian pergi karena merasa tidak ada kecocokan atau kenyamanan ketika bersama kita.

Kadang ada orang yang benar-benar berniat masuk dan mengetuk pintu hati kita, namun kemudian menyerah karena kita tidak mau membukakan pintu hati untuknya. Entah karena hanya dari pandangan sekilas atau tampilan luar, kita tidak merasa cocok dengannya atau karena hal lainnya. Kadang ada yang telah kita perkenankan masuk dalam hati, namun kemudian kita harus memintanya pergi karena ia malah menyakiti dan melukai hati. Ada yang tinggal lama di hati, namun kita harus merelakannya pergi karena mungkin ia telah menemukan sosok baru yang lebih baik dan membuatnya lebih bahagia atau karena hal-hal lainnya.

Kadang hati kita masih belum seutuhnya bersih  dari kenangan masa lalu. Seperti rumah bekas pakai yang ditawarkan untuk dijual namun tidak ada renovasi, furniture, interior dan layout. Semuanya masih sama persis ketika penghuni lama menempatinya. Bahkan terjadi kerusakan di sana-sini tanpa kita mau memperbaiki. Begitu pula hati kita, kadang kita masih menyimpan bahkan dengan gamblang memajang sisa kenangan orang yang telah pergi dari kita. Enggan menghapus, membersihkan atau hanya sekedar meyimpannya rapi dalam tempat tersembunyi. Kadang hal ini membuat orang yang ingin datang dan masuk dalam hidup kita, kemudian pergi karena kita masih terbayang oleh kenangan masa lalu. Bahkan kadang kita masih membiarkan luka hati dan rasa sakit hati terhadap mereka yang telah pergi, menganga begitu saja dan membiarkannya terbuka dan tak mau memperbaiki atau mengobati, seperti halnya kerusakan pada rumah yang sebenarnya nyata dan terasa namun tetap kita biarkan dan tak kita perbaiki.

Sama seperti rumah bekas pakai yang akan disewakan atau dijual, kadang ada calon penghuni yang siap membantu kita untuk membersihkan rumah kita dari bekas barang-barang penghuni lama, memperbaiki kerusakannya, atap-tembok-pintu-jendela dan perabotannya. Namun lebih seringnya, mereka merasa tidak cocok dengan suasana rumah yang masih menyimpan kenangan penghuni lama. Ibarat hati kita, kadang kita ingin ada orang baru datang dan masuk di hati kita. Kemudian kita berbicara pada semua orang bahwa kita siap membuka hati kita untuk orang lain. Namun ketika benar-benar ada yang mengetuk dan berniat masuk, hati yang kita tawarkan masih belum benar-benar bersih dari kenangan masa lalu, masih menyimpan dendam dan sakit karena luka yang ditorehkan oleh yang telah berlalu, masih belum sepenuhnya ramah dan menerima sesuatu yang baru. Kadang ada orang yang siap membantu kita untuk lepas dari masa lalu, dengan segala daya dan upaya meyakinkan kita bahwa ia benar-benar ingin memiliki kita dan akan menjaga kita sepenuhnya serta merubah segala cara pandang kita yang lama sehingga kita mau menerima hal yang baru. Tapi lebih seringnya mereka menyerah dan lebih baik datang pada hati yang telah siap terbuka. Karenanya, sebelum kita pasang papan “sewa” atau “jual” di depan rumah, ada baiknya kita bersihkan dulu rumah dari sisa kotoran penghuni lama dan memperbaiki rumah dengan layout serta tatanan yang lebih baik lagi. Seperti halnya hati kita, untuk menanti kedatangan seseorang yang baru dalam hati kita, alih-alih berkata siap namun belum sesungguhnya membuka hati, lebih baik kita bersihkan hati dari kenangan lama dan perbaiki diri jadi lebih baik lagi.

Sama seperti rumah, mungkin banyak orang yang datang dan singgah kemudian pergi lagi dari hati kita. Ada yang mengetuk untuk kemudian masuk lalu pergi.  Membuka atau menutup pintu hati, menyeleksi atau membiarkan saja mereka masuk dalam hati, membiarkannya menyakiti atau mengusirnya pergi, menahannya untuk tetap tinggal atau merelakannya pergi, semua pilihan itu tergantung pada kita. Kita adalah tuan dari hati kita, sama seperti kita adalah tuan dari rumah kita sendiri. Membiarkan orang untuk datang, masuk dan mengusir pergi adalah hak dan piihan kita.


Dan satu hal lagi, jika kita benar-benar ingin orang baru datang dan masuk ke dalam hati kita, kita harus benar-benar telah lepas dan bersih dari kenangan masa lalu. Kita harus benar-benar telah menutup luka dan rasa sakit kita. Karena tidak mungkin kita biarkan tamu datang, masuk dan tinggal ke rumah yang kotor serta belum sepenuhnya bersih. Karena tidak mungkin kita biarkan orang yang kita inginkan untuk datang dan tinggal dalam hati kita, namun hati kita masih kotor dan masih menyisakan terlalu banyak ruang untuk masa lalu. Beruntung jika orang baru yang datang siap menerima, mengobati luka dan mau membantu kita untuk move on. Jika tidak, kitalah sendiri yang harus berjuang untuk membersihkan sisa kenangan lama karena kitalah tuan dari hati kita sendiri, pilihan untuk membersihkan atau membiarkannya tetap menjadi jamur dan parasit hati adalah keputusan kita. Jadi, bersihkan dulu hatimu dari kenangan masa lalu dan perbaiki dirimu sebelum menyambut kedatangan yang baru!

Minggu, 07 Juni 2015

Jodoh itu soal waktu. Kadang ia datang cepat, kadang lambat atau seringnya datang di saat yang tepat. Cepat lambat dan tepatnya kedatangan pasangan hidup kita tergantung Tuhan, Sang Dalang, Sutradara sekaligus penulis skenario hidup kita. Waktu kedatangan pasangan sudah diatur oleh-Nya. Jadi, kalau doa dan permohonan kita agar Tuhan mempercepat kehadiran pasangan hidup tak kunjung dikabulkan (entah karena belum waktunya atau Tuhan anggap kita belum siap), maka kita bisa mengubah doa kita, dari soal permohonan mengenai waktu agar kehadiran pasangan bisa dipercepat, menjadi tentang perubahan sifat dan sikap kita. Mungkin doa mohon dipercepat bisa diubah menjadi doa mohon kesabaran dalam menunggu dan doa memohon petunjuk untuk perbaikan diri menjadi lebih baik lagi, agar kita menjadi lebih siap dan pantas untuk menerima pasangan hidup yang merupakan anugerah yang Tuhan berikan untuk kita. Dan saya rasa Tuhan Maha Mendengar, Tuhan tak akan menolak mengabulkan permohonan kita untuk menjadi sabar dan menjadi pribadi yang lebih baik apabila kita memang benar-benar berniat untuk melakukannya, bukan sebatas doa tapi juga dalam tindakan. Karena tindakan adalah langkah kita sementara doa adalah kompas yang akan menuntun langkah kita menuju tujuan...