Selasa, 13 Januari 2015

Benar atau Salah?

Menuangkan sekelumit obrolan malam saya dengan seorang teman beberapa waktu lalu. Bercakap-cakap mengenai 'sisi' dan 'sudut pandang', baik dan buruk serta salah dan benar...

Dia : Jadi begini, saya merasa banyak orang yang nggak suka sama saya. Kadang karena pikiran mereka itu, saya jadi mencap diri saya sendiri buruk, tidak baik, karena banyaknya orang yang nggak suka sama saya.
Saya : Kenapa begitu? Berapa prosentase orang yang nggak suka sama kamu?
Dia : Banyak.
Saya : Apa ada lebih dari 80% orang dari kehidupanmu yang tidak menyukaimu?
Dia : Nggak sih, paling hanya sekitar 10% atau 20% saja.

Saya : Nah, jadi gampangnya gini, dari sampel 10 orang di sekitarmu, hanya 1 atau 2 orang saja yang nggak suka. Saya pernah baca bahwa tidak masalah kalo ada yang nggak suka sama kamu, tapi kamu akan dikatakan bermasalah kalo 80% orang di kehidupanmu tidak menyukaimu. Agak sedikit rancu juga sih, bahwa salah benar dan baik buruknya kita ditentukan dari seberapa banyak orang yang suka atau nggak suka dan seberapa banyak orang yang bilang kita salah atau benar. Tapi begitulah sistem hidup kita. Saya berpikir bahwa benar dan salah itu adalah sebuah konsensus, kesepakatan kita bersama atau lebih tepatnya kesepakatan kebanyakan orang yang menentukan bahwa ini salah dan itu benar, ini baik dan itu buruk. Hal tersebut didukung dengan adanya aspek legal berupa peraturan yang mengesahkan perkara baik buruk dan salah benar. Contohnya mengenai orang yang mencuri. Sudah pasti dari kesepakatan kebanyakan orang dan dari aturan, hal tersebut adalah salah dan merupakan perbuatan yang buruk. Tapi apabila ditilik dari sisi lain, mungkin ia mencuri karena alasan untuk menghidupi diri dan keluarga. Begitu juga mengenai cap jahat seseorang. Mungkin bagi kebanyakan orang, ia dianggap jahat, karena kebanyakan orang berdiri dan memandangnya hanya dari kejauhan dan dari satu sisi yang menampilkan keburukannya. Sementara mungkin bagi keluarga atau orang terdekatnya, orang itu tetaplah baik karena mereka berdiri dekat darinya dan memandangnya dari berbagai sisi atau dari sisi baiknya. 

Dari contoh tersebut di atas, saya selalu berpikir bahwa tidak ada yang benar-benar baik di dunia ini, begitu pula sebaliknya, tidak ada yang benar-benar buruk atau jahat di dunia ini. Saya percaya bahwa manusia jahat sekalipun, pasti memiliki sisi baik. Begitu pula yang baik, pasti memiliki sisi buruknya. Begitu pula dengan salah dan benar. Saya juga percaya bahwa tidak ada yang mutlak benar di dunia ini, pun sebaliknya, tidak ada yang mutlak salah di dunia ini. Benar atau salah, baik atau buruk, semua tergantung dari sisi dan sudut pandang mana kita melihatnya. Bisa juga saya katakan bahwa baik dan buruk serta salah dan benar itu adalah relatif, bukan suatu hal yang mutlak.

Kita adalah makhluk multidimensi, bukan selengkung gambar yang hanya dapat dilihat dan diinterpretasikan dari satu sisi saja. Karena multidimensi, kita dapat dilihat dari berbagai sudut dan sisi sementara tiap sisi memunculkan gambar dan representasi yang berbeda. Itu hanya dari sisi penglihatan, belum lagi dari sisi persepsi dimana tiap orang memiliki pendapat berbeda, serta adanya kepentingan dan faktor kedekatan, lalu hubungan antar keduanya, juga mempengaruhi cara pandang tiap orang. Sebut saja begini, ketika kita melihat suatu objek dari jarak jauh, dimana kita melihatnya dari sisi belakangnya, maka kita akan menilai objek tersebut dari sisi belakangnya saja, padahal masih ada sisi lain yang tentu akan memunculkan penilaian berbeda. 

Jadi, apabila ada orang atau kebanyakan orang menganggap kita jahat atau salah, mungkin hanya satu sisi saja mereka melihat kita, yaitu sisi buruknya dan juga karena kita berdiri di sisi berlawanan dengan mereka. Bukannya manusia memang begitu, selalu menganggap salah dan jahat apa yang berlawanan dengan dirinya dan dengan kebanyakan orang. Mungkin apabila mereka tidak mau mengubah sudut pandang, ada kalanya kita perlu berbalik badan, memutar sisi kita, hingga mereka melihat sisi baik kita. Namun pada akhirnya baik dan buruk hanya Tuhan yang tau. 

Kamis, 01 Januari 2015

Life is A Big Puzzle

Bagi saya, hidup itu seperti menyusun puzzle. Kita dilahirkan dengan membawa teka-teki dan jutaan pertanyaan yang harus kita temukan jawabannya. Teka-teki yang sudah kita bawa sejak kita lahir, pertanyaan tiada henti yang akan terus mengikuti tentang misteri untuk apa kita dilahirkan dan akan jadi apa kita nanti. Selama kita bernapas, pertanyaan demi pertanyaan akan misteri kehidupan yang tak bisa kita duga akan terus mengikuti. Melalui perjalanan setiap hari, jam, menit, detik dan secuil waktu dalam kehidupan kita, akan tersebar pola-pola, tanda dan clue yang menyusun jawaban tersebut. Perjalanan hidup yang kita lalui akan membentuk pecahan puzzle yang kita susun dan pada akhirnya akan menemukan suatu bentuk yang utuh sebagai jawabannya. Tiap fase dalam hidup memiliki puzzle nya masing-masing, dengan pola dan tingkat kesulitannya sendiri, tergantung bagaimana kita bisa mengumpulkan keping dan menyusunnya. Puzzle dari setiap fase tersebut hanyalah puzzle dari sekian banyak puzzle yang harus kita selesaikan sebelum membentuk puzzle utuh yang akan menjawab pertanyaan besar untuk apa kita ada dan akan jadi apa kita nantinya serta kapan kita akan bermuara pada Yang Kuasa. Barangkali hidup adalah perjalanan tiada henti untuk mencari kepingan jawaban, kepingan puzzle, kepingan teka-teki yang pada akhirnya akan menjawab kapan kita harus berhenti mencari dan menemukan jawaban atas teka-teki dan misteri. Barangkali hidup adalah misteri itu sendiri...