Selasa, 26 Mei 2015

Tragedi Potong Poni

Dan terjadi lagi, tragedi potong poni yang terulang kembali. Semacam kisah lama yang saya tulis kembali dengan versi judul yang berbeda, tapi intinya sama. Berawal dari poni yang mulai memanjang menutupi dahi, meskipun nyaman saya rasa dan saya pandang, tapi bagi sebagian orang, pemandangan poni menggantung hampir menutupi mata sangat lah mengganggu. Akhirnya, berbekal bayangan poni rapi menghiasi dahi, saya putuskan untuk memangkas rapi sebagian rambut yang memanjang seperti korden yang menutupi mata. Tapi, seperti biasanya, kadang bayangan dan kenyataan tidaklah sama. Apa yang kita harapkan kadang tidak terjadi pada kenyataannya. Poni yang dipangkas terlalu pendek, sehingga terlihat lucu jika dipandang. Bahkan terasa jauh lebih buruk daripada poni panjang seperti tirai yang menutupi mata. Sungguh, kalo sudah begini, mati-matian saya berusaha memperbaiki atau setidaknya menutupi kekurangan panjang poni tersebut. Berjam-jam saya memandang wajah di kaca, menata rambut sedemikian rupa, sisir sana sisir sini, belah pinggir, tengah, miring. Tapi hasilnya tetap sama dan tidak memperbaiki bentuk poninya. Tetap aneh dan wagu! Kalo sudah begini, rasanya pengen sembunyi sampai rambut benar-benar kembali seperti semula. Seolah-olah setiap orang yang kita temui memandang aneh pada kita (meskipun sebenarnya tidak seperti itu). Tapi saya percaya, sebulan atau dua bulan lagi, poni ini akan menemukan polanya. Akan terlihat indah jika sudah sedikit lebih panjang. Akan terasa pas jika sudah lama memanjang. Bukankah sebelumnya tragedy potong poni pernah terjadi? Bahkan berkali-kali, dan lama-lama akan terasa pas menggantung di dahi, meskipun butuh beberapa waktu untuk penyesuaian.

Saya rasa begitu pula dengan kisah saya. Terjadi lagi tragedi dimana saya harus kembali menghadapi kenyataan rumit nan pahit. Berjalan pada sebuah jalinan yang nyaman sebenarnya, sungguh indah rasanya bisa kembali merasakan perasaan ini. Namun pada akhirnya, tidak ada sesuatu yang abadi bukan? Perasaan nyaman ini kadang juga harus diakhiri. Sama seperti poni yang mulai memanjang, meskipun terasa nyaman dan pas di wajah, namun kadang kita harus memangkasnya, demi poni yang lebih rapi, dalam hal ini, demi jalinan hubungan yang lebih baik lagi. Kadang  apa yang menurut kita pas dan membuat nyaman, tak selalu bisa kita pertahankan. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara bertahan atau melepaskan. Pada akhirnya, ketika kita memutuskan untuk melepas, kita harus menerima konsekuensi bahwa kita harus memasuki fase baru, fase penyesuaian dimana kita harus melepaskan apa yang membuat kita nyaman. Sama seperti ketika potong poni, meskipun kelihatannya sepele, namun kehilangan bagian yang membuat wajah kita indah (menurut kita), harus direlakan demi poni baru yang lebih rapi dan sedap dipandang meskipun kita harus melalui fase penyesuaian bentuk wajah yang sedikit berbeda karena potongan yang kependekan. Tapi ketika kita sudah mulai terbiasa menjalani hari tanpa apa yang membuat kita nyaman, belajar menyesuaikan diri, maka percayalah, keterbiasaan ini akan membuat kita menemukan hal baru yang mungkin akan bisa me-replace atau menggantikan sesuatu yang nyaman yang telah kita lepaskan tadi. Sama ketika kita percaya bahwa poni yang tadinya kependekan dan jelek, suatu saat akan memanjang dan menemukan pola terbaiknya. Semoga!


Tragedi potong poni juga mengajarkan saya bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini, yang abadi hanyalah perubahan  itu sendiri. Perubahan poni dari panjang ke pendek kemudian panjang lagi. Dari bentuk poni yang membuat wajah kita indah ke bentuk poni yang merubah wajah menjadi baik lagi dan begitu seterusnya. Sama seperti bahagia yang datang sebentar, kemudian berubah menjadi kesedihan dan kemudian bahagia muncul lagi. Sama halnya dengan ketika kita mendapatkan sesuatu kemudian kehilangannya dan menemukan lagi, entah dengan sesuatu yang sama atau sesuatu yang baru yang lebih baik lagi. Kemudian saya teringat ucapan Andi Warhol “I’m really afraid to be happy because it never lasts”. Saya setuju kata-kata Warhol, perasaan senang tidak akan bertahan lama, maka nikmatilah selagi bisa dan berpikirlah bahwa itu tak akan bertahan lama sehingga kita tidak akan terlalu larut dalam perasaan yang hanya sesaat. Sama halnya dengan senang, kita juga harus percaya bahwa kesedihan yang kita alami juga tidak akan berlangsung lama. Suatu saat nanti, entah dalam waktu yang lama atau hanya sesaat, bahagia akan segera datang dan jika memang telah tiba waktunya, nikmatilah! J