Saya tidak tahu kenapa saya begitu tertarik pada dunia broadcasting dan radio. Sejak kecil saya punya mimpi untuk menjajal dunia penyiaran radio. And here I am, be an announcer. Menjadi penyiar tidak semudah yang saya bayangkan. Bahkan saya rasa, hingga kini, saya masih memiliki banyak kekurangan, dari artikulasi, suara saya yang sengau, speed bicara yang terlalu cepat. Saya rasa siaran saya masih jauh dari kata ‘baik’. But, I always try to fix it.
Menurut saya, jadi penyiar nggak sekedar modal suara aja, atau cerewet, atau pinter ngomong. Ngomong banyak tapi gak ada isinya, juga sama aja ‘kan? Menurut saya, jadi penyiar itu juga harus ‘smart’. Smart dalam berbicara, smart dalam memilih dan menyusun kata, smart dalam memilih lagu. Saya selalu berusaha siaran dengan memberikan informasi yang bermanfaat bagi pendengar. Setiap siaran, saya selalu berprinsip memberikan info sekecil apapun bagi yang mendengarkan, tidak hanya sekedar membaca request atau memutar lagu. Keinginan untuk menjadi penyiar yang ‘smart’ inilah yang berusaha saya wujudkan. Sebab, agak sulit kalau harus merubah warna suara saya yang sengau (karena udah bawaan) dan mengubah kebiasaan berbicara cepat. Hal itulah yang saya lakukan untuk menutupi kekurangan saya. Meskipun sebenernya saya nggak smart, tapi saya berusaha untuk menjadi smart. Gimana caranya? Saya selalu berusaha mencari informasi, membuka wawasan dengan banyak membaca, dsb. Toh, teknologi internet sekarang sudah maju dan memungkinkan kita untuk mengakses berbagai macam informasi. Dengan menjadi penyiar yang berprinsip memberikan informasi pada pendengar ini, saya, mau nggak mau harus mencari informasi sebelum atau setiap saya siaran. Hal ini nggak Cuma berdampak pada citra kita sebagai penyiar yang penuh informasi, tetapi juga informasi yang kita baca itu tentu juga akan menambah cadangan wawasan di otak kita. Tujuan untuk memberikan informasi ini juga membuat kita untuk selalu berpikir dan berpikir sehingga otak kita terasah.
Menjadi penyiar juga membuat saya harus mengasah kemampuan dalam menyusun kata, sesuai dengan bahasa tutur atau bahasa lisan yang mudah dicerna pendengar. Hal itu juga membuat saya harus melakukan variasi penggunaan kata-kata agar nggak monoton serta menambah perbendaharaan kata-kata. Hal itu saya coba dapatkan dari penyiar-penyiar yang saya anggap sudah senior, melakukan survey di radio-radio dengan penyiar yang bonafid. Saya serap kata-kata atau susunan kata-kata mereka yang saya anggap cocok. Tapi kendalanya, saya kadang masih ribet dalam mengungkapkan suatu informasi. Mungkin karena terlalu banyak informasi dalam kepala yang ingin segera saya keluarkan, sehingga speed yang terlalu cepat membuat artikulasi serta susunan kata jadi berantakan.
Saya rasa, menjadi penyiar ini membuat saya bisa belajar berkomunikasi dengan orang, dan memahami karakter mereka masing-masing. Kalo di radio tempat saya kerja, di jam pagi sampai siang, biasanya yang ndengerin dan request lewat telpon adalah ibuk2 dan bapak2, bahkan mbah2. Meskipun terkadang membosankan, tapi saya harus berusaha ramah, sabar dan komunikatif sama mereka. Biar bagaimanapun, mereka adalah tamu kita dan kita juga harus sopan. Karena tanpa mereka, mungkin suatu acara nggak kedengeran hidup. Selain melatih berkomunikasi dengan pendengar, saya juga seperti dilatih berkomunikasi dengan narasumber untuk acara-acara talkshow.
Kegiatan menjadi penyiar ini juga memaksa saya untuk membagi waktu antara kuliah dan siaran. Kadang saya harus meninggalkan jam kuliah karena jadwal bentrok dengan jam siaran. Kadang juga saya harus absen dari kerja kelompok. Bahkan saya harus mengambil mata kuliah radio, mengesampingkan mata kuliah video yang awalnya memang akan saya ambil. Saya juga sempat berpikir, karena saya kerja di radio, maka ekspetasi saya, di makul tsb, saya juga akan mendapat nilai A. Tapi apa yang terjadi membuat saya sedikit kecewa. Yaaa, Cuma dapet nilai B deh. Jadi agak nyesel sih ambil makul itu (tahu gitu nggak ngambil deh, saya nggedumel dalam hati). But, never mind. Mungkin saya dipandang belum mampu mendapat nilai itu. Toh, gak semua hal bisa diukur dengan nilai, apalagi di jurusan non eksak seperti saya.
Pada akhirnya, untuk menjalani pekerjaan, kita harus mengerjakannya dengan cinta. Do what u love and love what u do. Menjadi penyiar (atau apapun pekerjaannya), akan terasa menyenangkan dan bermanfaat bila kita jalankan dengan perasaan senang. Kalo nggak seneng duluan, pasti nggak bakal betah jadi penyiar. Karena, as you know lah yaa, jadi penyiar kan gajinya nggak seberapa. Kalau awalnya kita money oriented, udah nggak bakal tahan kerja di radio. Tapi kalo awalnya udah hobi dan udah c.i.n.t.a, I think u will enjoy it! Saya jadi keinget percakapan dua orang di tempat saya kerja yang (menurut saya) dedikasinya tinggi banget terhadap perusahaan. Salah seorang bilang, “ bukan masalah uang. yang penting kita ngejalanin dengan dasar rasa seneng. Kalo hasilnya bagus, kita bakal ngrasa puas banget. Dan menurut saya, kepuasan akan hasil kerja kita itu tidak bisa diukur atau dibeli dengan uang.” Kata-kata beliau bener2 menohok banget dan menjadi semangat buat saya untuk melakukan yang terbaik. Saya rasa, saya akan merindukan pekerjaan ini suatu saat nanti bila saya harus focus menyelesaikan studi saya. Merindukan suasana kerja yang bener-bener kayak keluarga. Tempat itu, serasa kayak second home buat saya, bahkan saya merasa lebih betah tinggal di sana daripada di kampus. Meskipun saya adalah tipikal orang yang introvert dan agak susah beradaptasi, tp tempat itu membuat saya nyaman dan merasa bahwa mereka adalah keluarga saya. (terharu mode : ON)
Yang terakhir adalah “learning by doing”. Jadi penyiar itu bukan sekedar dari bakat, tapi adalah PENGALAMAN! Saya yakin, dengan banyak siaran, banyak mengeksplore kemampuan saya, maka saya akan menjadi lebih baik lagi. SEMANGAAAAAATT!! ^_^